Megatrust.co.id, CILEGON – Heti Kustrianingsih, salah seorang warga Komplek BBS, Kota Cilegon, salah satu guru honorer yang menjadi korban sistem seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK, beberapa waktu lalu
Tidak tinggal diam, Heti Kustrianingsih bersama rekannya yang juga menjadi korban sistem seleksi PPPK dan guru honorer di Kota Cilegon lempar surat terbuka ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Ristek (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim.
Dalam surat tersebut, Heti menjelaskan tentang kekecewaan dan tuntutan bagi guru honorer yang mendaftar PPPK dan lolos dalam Passing grade, agar ditempatkan di sekolah yang kosong.
“Isinya itu tentang kekecewaan dan tuntutan kita sebagai guru honorer, ingin keadilan. Kita ingin ditempatkan disekolah yang kosong, bagi yang lulus Passing grade kan itu di rengking,” kata Heti kepada Megatrust.co.id, melalui sambungan telepon, Minggu (17/10/2021).
Heti menjelaskan dirinya menjadi korban sistem seleksi PPPK, lantaran nilai Passing grade yang diperolehnya itu melebihi batas, akan tetapi tidak mendapatkan formasi di sekolah yang dilamar.
Lebih lanjut Heti menjelaskan, alasan yang diterima oleh Heti, tidak mendapatkan formasi, yaitu peraturan memprioritaskan guru induk atau guru yang sudah mengajar di sekolah yang Heti lamar, dibandingkan guru non induk atau guru yang tidak mengajar disekolah tersebut meski lulus pada Passing grade.
“Kami merasa dirugikan, yang tadinya guru itu tidak lulus menjadi lulus. Saya yang harusnya lulus menjadi tidak lulus. Kami tidak mengganggu guru induk yang sudah diterima, kami hanya menuntut tempatkan kami di sekolah yang belum ada formasinya,” kata Heti
Karena sistem yang tidak meloloskan inilah, Heti yang masuk dalam grup guru honorer se-Indonesia dan bernasib sama ini, melayangkan surat terbuka kepada Mendikbud RI Nadiem Makarim dan sejumlah pejabat di DPR RI maupun pemerintah daerah melalui media sosial yang mereka miliki
“Kami baru berusaha menyampaikan suara kami melalui PGRI baik kota maupun provinsi, intinya kami mohon kepada pemerintah memberikan kejelasan nasib kami. Kami mohon YP1, P2, P3, baik X maupun Y tempatkan di formasi sekolah yang masih kosong,” ingin Heti.
“Kita tidak mengganggu guru induk yang sudah diterima, karena itu sudah keputusannya. Jangankan kantor Walikota, kalau saya diterima di kantor Kemendikbud, saya datang. Cilegon Jakarta mah enggak jauh, karena saya merasa sudah diberlakukan tidak adil,” tambahnya.
Heti memaparkan, ia sendiri bukannya tidak mau ikut tes yang kedua kalinya. Namun dalam tes itu, banyak peserta guru yang telah bersertifikasi dari sekolah negeri maupun swasta. Ia sendiri mengaku hanya ingin meminta kejelasan soal nasibnya berdasarkan nilai yang ia peroleh saat tes.
“Kita minta kejelasan nasib kita sebagai guru honorer kepada pak Menteri, kalau kami sudah jelas nasibnya nilai kami bagaimana, kami akan terima. Tapi kalau belum jelas, kami mohon diundur tahap dua,” paparnya.
Heti sendiri mengaku sebagai korban dari sistem, pasalnya dari sekolah yang dilamar tersebut tidak ada penguncian sistem jika sekolah tersebut sudah memiliki guru induk.
“Ya salah satunya kami dari korban sistem. Sepanjang mengikuti tes seleksi, baru kali ini saya menemukan kasus macam kita ini, lulus passing grade peringkat satu juga, eh dinyatakan tidak lulus dengan alasan non induk, sangat tidak manusiawi alasannya,” ujarnya.
“Jika memang kompetisi untuk guru induk, kenapa tidak buka tes khusus guru induk yang ada formasi saja? Guru yg sekolahnya tidak ada formasi ya duduk diem aja enggak usah repot-repot ikutan daftar atau tes,” imbuhnya. (Amul/red)