Megatrust.co.id, TANGERANG, – Lintas organisasi di Tangerang menggelar aksi damai di Tugu Adipura, Kota Tangerang, pada Senin, (21/2/2022). Aksi tersebut digelar sebagai bentuk solidaritas sekaligus protes terhadap tindakan refresif aparat kepolisian dibeberapa daerah.
Puluhan masa aksi lintas organisasi menilai peristiwa tak manusiawi terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah dan Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Dalam aksinya puluhan masyarakat yang tergabung dari beberapa organisasi menggelar teaktrikal, pembacaan puisi, orasi, perform art dan pembagian bunga mawar kepada polisi serta pengguna jalan.
Aksi tersebut merupakan bentuk solidaritas terhadap masyarakat yang menjadi korban atas tindakan represif aparat kepolisian saat mengamankan unjuk rasa penolakan proyek tambang batu andesit di Desa Wadas Selasa (8/2/2022) lalu. Lalu, Jurnalis Tempo Shinta Maharani yang mendapat intimidasi saat meliput peristiwa di Desa Wadas.
Kemudian, solidaritas untuk Erfaldi (21), korban tewas saat unjuk rasa penolakan tambang emas di Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah, Sabtu, (12/2/2022) lalu. Erfaldi meninggal setelah tertembak di bagian dadanya. Diduga, Erfaldi ditembak oleh polisi yang berpakaian preman saat mengamankan unjuk rasa.
Organisasi yang terlibat dalam aksi mulai dari Jurnalis, Mahasiswa hingga Pecinta Alam. Diantaranya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Tangerang Raya, Luntang-lantung Pendaki Gokil (LLPG), Mahasiswa Pecinta Alam Sanupala Stisnu, Tangerang Kita Peduli (TKP), Aliansi Jurnalis Unis dan Solusi Movement.
Pantauan di lokasi, aksi live mural, pembacaan puisi dan orasi tersebut menggambarkan keadaan atas peristiwa tersebut. Peserta aksi nampak khidmat dalam aksi Solidaritas ini.
Koordinator aksi, Muhammad Iqbal mengatakan pihaknya melakukan aksi unjuk rasa bersama dengan lintas organisasi sebagai bentuk protes atas tindakan refresif aparat kepolisian belakangan ini.
Seperti halnya yang terjadi pada warga Wadas atas tambang batu andesit itu jelas alasannya. Sebab, tanah di lokasi tersebut subur. Sehingga, para petani pun merasa makmur dengan apa yang dimiliki saat ini.
Apabila Pemerintah mengeksploitasi tambang batu andesit atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN) maka hal ini sama saja dengan perampasan. Sama saja dengan dijajah negara sendiri.
“Harapan petani adalah lahan yang subur, asa nelayan adalah ikan yang menjamur. Tapi kadang asa dan harapan terbentur dalih sumber daya yang terkubur,” katanya.
“Ada duka diujung sana yang tidak terasa, karena tertutup sakit masing-masing. Kita adalah orang-orang yang merindukan keseimbangan, mendamba keadilan.
Yang telah lama hilang di mata para petani dan nelayan,” tambahnya.
Diketahui, tindakan represif polisi itu terjadi saat Badan Pertanahan Nasional (BPN) hendak melakukan pengukuran untuk pembebasan lahan proyek Bendungan Bener di lokasi tersebut. Luas tanah yang hendak dibebaskan mencapai 124 hektar.
Namun demikian, warga menolak proyek tersebut lantaran dinilai akan mengancam kehidupan dan mata pencaharian mereka dan merusak alam. Sebab, dalam pembangunannya akan ada penambangan batuan andesit material proyek Bendungan Bener.
Proses pengukuran tanah itu itu diwarnai kericuhan. Warga yang menolak proyek tersebut berusaha menghalangi proses pengukuran tanah. Setidaknya ada 64 warga yang diamankan oleh polisi. Hingga saat ini, warga masih mengadu masib untuk mempertahankan tanah kelahirannya.
Tak hanya itu, intimidasi juga dialami oleh jurnalis Tempo yang meliput aksi tersebut, Shinta Maharani. Dia diintimidasi oleh warga yang pro terhadap tambang di wadas.
Tindakan tersebut serupa dengan upaya menghalang-halangi kerja-kerja jurnalistik dan mengancam kebebasan pers yang dilindungi Pasal 8 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Bahwa dalam menjalankan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.
Tindakan tak manusiawi yang dilakukan oleh aparat juga terjadi di Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Sabtu, (12/2/2022) lalu. Salah satu massa aksi atas nama Erfaldi (21) tewas tertembak peluru tajam diduga milik aparat kepolisian.
“Kami menuntut kasus ini diusut tuntas, hukum pelaku penembakan meskipun pelakunya adalah aparat kepolisian. Polisi harus tegas menegakkan hukum,” kata Iqbal.
Diketahui aksi ini berawal ketika sejumlah warga dari tiga kecamatan di Kabupaten Parigi Moutong menggelar unjuk rasa penolakan tambang kepada Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura. Mereka menuntut agar gubernur mencabut izin tambang milik PT Trio Kencana pada 7 Februari 2022.
Penolakan penambangan emas PT Trio Kencana dilakukan di 3 kecamatan, yakni Toribulu, Kasimbar, dan Tinombo Selatan karena luas konsesi tambang milik PT Trio Kencana yang mencapai 15.725 hektar memakan lahan pemukiman, pertanian dan perkebunan milik warga. (Cep/Amul/Red)