Megatrust.co.id, SERANG – Lembaga Sensor Film atau LSF Indonesia menyelenggarakan literasi dan edukasi bidang hukum dalam perfilman dan penyensoran film di Provinsi Banten.
Acara berlangsung di hotel horizon Ultima Ratu Serang, Kamis 20 Juni 2024.
Peserta yang hadir sebanyak 50 orang terdiri dari dinas, mahasiswa, dosen, guru, komunitas film dan seni dan lainnnya.
Terdapat sedikitnya 3 narasumber dalam pembekalan materi tentang literasi dan edukasi di bidang film dan penyensoran yaitu Ketua Sub Komisi Media Baru LSF RI, Muhibuddin.
Ketua Komisi I LSF RI, Nasrullah dan Ketua Sub Komisi Hukum dan Advokasi LSF RI, Saptari Nova Stri.
Ketua Komisi I Bidang Penyensoran LSF RI, Nasrullah menyampaikan sosialisasi ini rutin dilaksanakan setiap tahun.
Pelaksanaannya digelar di beberapa daerah yang menginformasikan peraturan tentang perfilman dan lembaga sensor.
Dalam pasal 61 UU nomor 33 tahun 2009 tentang perfilman mengamanatkan LSF untuk memasyarakatkan penggolongan usia penonton film dan kriteria sensor film.
Membantu masyarakat agar dapat memilih dan menikmati pertunjukan film yang bermutu.
Serta memahami pengaruh film dan iklan film dan juga mensosialisasikan secara intensif pedoman, kriteria sensor kepada pembuat dan pemilik film agar dapat menghasilkan film yang bermutu.
“Kegiatan ini kita lakukan setiap tahun di beberapa daerah tujuannya supaya para sineas film maker, mahasiswa atau civitas akademika yang memang konsen di bidang kebudayaan dan film bisa tersosialisasi undang-undang nomor 33 tentang perfilman dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2014 tentang lembaga sensor,” ujarnya saat ditemui di lokasi.
Dalam PP nomor 18 dijelaskan mengenai panduan pembuatan film yang baik, bermutu dan layak untuk dipertunjukkan kepada masyarakat dengan memperhatikan penggolongan kriteria usia penonton.
Tugas itu menjadi konsen LSF agar masyarakat terliterasi mengenai tontonan yang ada dan beredar.
Sebelum film-film ditonton oleh masyarakat luas, pihaknya terlebih dahulu melakukan penyensoran film, beberapa diantaranya dengan memberi tanda penggolongan usia dari mulai usia 13 tahun ke atas, 17 tahun dan 21 tahun.
“Ini yang selalu kita sosialisasikan kepada masyarakat supaya masyarakat bisa memilah dan menulis komponen yang sesuai dengan usianya itu,” jelasnya.
Nasrullah menambahkan, selama tahun 2023, LSF teleh menyensor 41.500 judul film nasional maupun film impor.
Film yang telah lulus sensor oleh LSF biasanya ditayangkan untuk empat media pertunjukan terdiri dari bioskop, TV, jaringan informasi dan CD.
Masing-masing film yang disensor berasal dari berbagai genrel film yaitu genre action, drama, komedi, romance, dokumenter, perang, epic, bio epic dan lainnya.
“Ada 41.500 judul film di tahun 2023 semuanya lulus sensor, hanya tahun 2022 ada satu yang tidak lulus dan filmnya dikembalikan kepada pemiliknya, bukan ditolak,” ucapnya
“Film-film yang masuk ke Indonesia di berbagai negara baik impor maupun nasional itu dinilai dan disensor, kalau filmnya ada adegan pornografi di menit sekian maka film ini tidak cocok untuk disiarkan terutama pada usia remaja,” sambungnya.
Sementara itu, tujuan kegiatan literasi ini agar masyarakat teredukasi mengenai film dan tontonan.
Adapun film yang direkomendasikan ditonton adalah film yang sudah lulus sensor.
Surat tanda lulusan sensor (STLS) dari LSF merupakan hal wajib sebelum film disebarkan pada khalayak umum.
Jika tidak ada tanda lulusan sensor maka akan dikenakan pidana hukum dan perdata sesuai undang-undang yang berlaku.
“Sanksi pidananya 4 tahun penjara dan didenda sebanyak Rp2 miliar kalau dia menampilkan film tanpa ada tanda lulusan sensor,” jelasnya.
Dengan adanya sensor terhadap film, maka masyarakat dapat terlindungi sekaligus meminimalisir serangan budaya asing melalui film.
Setiap film yang mengajukan STLS akan ditonton oleh pihak LSF apakah film tersebut sesuai dengan norma, adat istiadat dan kebudayaan bangsa Indonesia.
“Jadi sensor itu untuk membentengi tayangan-tayangan supaya masyarakat tidak terkena dampak negatif dari film atau meminimalisir dampak negatif dari film dengan tujuannya adalah perlindungan,” paparnya. (Emilda/Amul)