MEGATRUST.CO.ID – Terbunuhnya pemimpin biro politik Hamas, Ismail Haniyeh pada 31 Juli 2024 oleh Israel di Iran membuat Hamas menunjuk pemimpin baru.
Dalam perundingan dua hari di Doha Qatar, terpilihlah nama Yahya Sinwar sebagai suksesor Haniyeh.
Banyak pihak memandang Yahya Sinwar merupakan sosok yang lebih keras dibanding Haniyeh yang dikenal fleksibel.
Lalu, siapakah sebenarnya sosok Yahya Sinwar, pemimpin baru biro politik Hamas.
Dilansir dari Al-Jazeera, Yahya Sinwar lahir di Khan Younis, Gaza selatan pada 1962. Yahya seringkali ditangkap oleh Israel sejak tahun 80 an karena kegiatan aktivisnya menentang pendudukan di Palestina.
Yahya bergabung dalam organisasi Hamas pada tahun 1987 saat organisasi tersebut didirikan oleh Syekh Ahmad Yassin.
Setahun berikutnya, Yahya ditangkap oleh Israel karena dianggap bertanggung jawab atas penangkapan dan pembunuhan 2 tentara Israel sekaligus 4 mata-matanya.
Yahya dijatuhi 4 hukuman seumur hidup yang jika dikalkulasi total 426 tahun penjara.
Yahya menghabiskan 23 tahun di dalam penjara, selama itu pula ia belajar bahasa Ibrani yang kini ia kuasai.
Yahya dibebaskan pada tahun 2011 sebagai salah satu kesepakatan pertukaran tahanan dengan tentara Israel Gilad Shalit yang ditangkap oleh Hamas.
Yahya sendiri merupakan alumnus Universitas Islam Gaza. Pasca lulus, Yahya membangun sebuah jaringan perlawanan terhadap militer Israel.
Berangkat dari hal tersebut lahirlah sayap militer Hamas yang bernama Birgade Al Qassam.
Kebebasan Yahya di tahun 2011 langsung membawanya kepada kenaikan pangkat pada 2012. Yahya ditunjuk menjadi anggota biro politik di sayap Brigade Al-Qassam.
Ia pun diyakini memainkan peran utama politik dan militer pada 2014 dalam tujuh minggu serangan Israel terhadap Gaza.
Bahkan di tahun setelahnya, Yahya dilabeli sebagai “teroris global yang ditetapkan secara khusus” oleh Amerika Serikat.
Pada 2017, Yahya terpilih menjadi pemimpin Hamas di Jalur Gaza menggantikan Haniyeh yang terpilih menjadi pemimpin biro politik.
Berbeda dengan Haniyeh yang dipandang lebih moderat dan pragmatis, Yahya dikenal dengan perlawanan yang lebih keras.
Apabila Haniyeh aktif mengunjungi beberapa negara regional di kawasan menyampaikan pesan selama genosida Palestina, sebaliknya Yahya bungkam sejak 7 Oktober 2023.
Jejak digital Yahya dalam sebuah wawancara pada 2021 mengatakan,
meskipun orang-orang Palestina tidak ingin berperang karena biayanya yang mahal, mereka tidak akan “mengibarkan bendera putih.
Yahya nampaknya telah terlalu geram dengan semua yang terjadi, juga sikap dunia internasional. Karenanya, penunjukan Yahya menjadi pemimpin baru Hamas bisa menjadi simbol pembangkangan dan perlawanan keras kepada Israel.
Alih-alih melemahkan perjuangan pasca pembunuhan Haniyeh, Yahya tampil sebagai representasi perlawanan yang lebih keras.
“Untuk waktu yang lama, kami melakukan perlawanan damai dan kerakyatan. Kami berharap dunia, masyarakat bebas dan organisasi internasional akan mendukung rakyat kami dan menghentikan pendudukan yang melakukan kejahatan dan pembantaian rakyat kami. Sayangnya, dunia hanya diam dan menyaksikan,” katanya
“Apakah dunia mengharapkan kita menjadi korban yang berkelakuan baik saat kita dibunuh, agar kita dibantai tanpa membuat keributan?” kata Sinwar. (Towil/Amul)