Megatrust.co.id, SERANG – Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) yang terdiri dari gabungan masyarakat sipil, LBH Pijar hingga Walhi ikut melakukan advokasi dan pendampingan kepada 11 warga Desa Cibetus Kecamatan Padarincang yang ditangkap dan ditahan Polda Banten.
11 orang yang kini sudah berstatus tersangka sudah naik status hukum ke proses penyidikan.
Salah satu perwakilan TAUD dari LBH Pijar, Rizal Hakiki mengatakan, mengecam penangkapan dan penahanan yang dilakukan kepolisian Polda Banten.
“Kami mengecam penangkapan dan penahanan yang dilakukan polda Banten terhadap 11 warga yang saat ini sudah ditangkap dan ditahan,” kata Rizal kepada Megatrust.co.id di depan aula konferensi pers Polda Banten pada Senin 10 Februari 2025.
Ia mengaku baru mengetahui 11 orang tersebut sudah berstatus tersangka. Ia pun menyebut proses penangkapan yang dilakukan oleh aparat tidak sesuai dengan prosedur hukum.
“Hari ini kami baru mengetahui bahwa ada total 11 orang yang sudah ditangkap dan sudah ditetapkan sebagai tersangka,” katanya.
“Berdasarkan informasi yang kami terima dari keluarga tersangka atau warga padarincang yang ditangkap pada saat penangkapan keluarga tidak pernah ditunjukan dan diperlihatkan surat perintah penangkapan,” ungkap Rizal.
Bahkan, Rizal menyebut pada peristiwa penangkapan pada Jum’at dinihari ada tindakan represif dari aparat hingga ada kerusakan rumah dan pondok pesantren.
Disinggung apakah ia dan tim memiliki buktinya, Rizal sengan tegas mengatakan memiliki bukti tersebut.
“Ada, bukti ada. Bukti-buktinya sudah kami dapatkan,” kata Rizal.
Lebih jauh, Rizal mengungkapkan para warga yang sudah ditetapkan sebagai tersangka belum bisa didampingi oleh keluarga dan penasihat hukum.
“5 orang anak yang sudah ditersangkakan, terakhir informasi yang kami dapatkan belum juga didampingi orang tua dan penasihat hukum,” ungkap Rizal.
Rizal meminta, peristiwa ini tidak hanya dilihat dari satu sudut pandang saja. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh warga Desa Cibetus Padarincang merupakan akumulasi kekesalan dan kekecewaan namun tidak pernah ada respon dari berbagai pihak terkait kehadiran PT STS yang dirasa mengganggu lingkungan dan kesehatan.
“Sebenarnya latar belakangnya dilakukan bersama-sama, jadi mungkin masyarakat juga tidak bisa melihat sebagai peristiwa pembakaran saja, tapi akibat ulah pencemaran lingkungan hidup oleh perusahaan pemilik kandang ayam,” ujar Rizal.
“Warga sudah menempuh proses yang panjang tapi tidak kunjung direspon, maka warga beraksi,” sambungnya.
Karena hal tersebut, Rizal dan TAUD minta untuk Polda Banten membebaskan warga Cibetus. Selanjutnya, menarik mundur aparat yang menurut dia masih ada berlalu lalang dan berjaga-jaga di kecamatan Padarincang karena hal itu membuat warga khawatir.
Terakhir, ia meminta Polda Banten menindak tegas aparat yang melakukan kesewenangan.
(Towil/Nad)