Megatrust.co.id, SERANG – Ketua Komisi V DPRD Banten Ananda Trianh Salichan, menyoroti sejumlah permasalahan pelaksanaan SPMB SMA/SMK tahun ajaran 2025/2026 salah satunya Juknis yang menurutnya terkesan asal jadi.
Ia memberikan sorotan terkait masalah Juknis yang menurutnya asal jadi. Ditambah lagi, Juknis tersebut terlambat terbit dalam Keputusan Gubernur Banten Nomor 261 Tahun 2025.
Hal ini ia sayangkan, karena menyebabkan banyak persoalan di SPMB jenjang SMA/SMK.
“Juknis telat terbit itu benar, pokoknya H-5 sebelum pendaftaran SPMB dimulai baru ada (Juknisnya),” kata Ananda saat dihubungi pada Jum’at malam 27 Juni 2025.
“Kan mepet, kita aja di Komisi V baru tau H-5 itu, kacau lah pokoknya,” imbuhnya.
Ananda menilai, seharusnya Juknis terbit minimal dua bulan sebelum pelaksanaan SPMB. Akibat keterlambatan terbitnya Juknis, sosialisasi SPMB berjalan secara maksimal.
“Makannya kami ragukan berjalan lancar, terakhir rapat koordinasi dengan Dindikbud sebelum pelaksanaan SPMB, itu H-5,” ungkapnya.
“Juknis tau-tau keluar, tanpa konsultasi ke kita. Artinya kalau tiba-tiba keluar, gak bisa revisi, tadinya kita mau ngasih banyak masukan untuk SMA Negeri, khususnya Swasta,” sambungnya.
Mengenai sosialisasi, dan adanya perbedaan jalur masuk SPMB. Masyarakat banyak yang tak bisa membedakan antara jalur masuk domisili tahun sekarang dengan sistem zonasi di tahun 2024.
Komisi V menemukan, masyarakat menganggap tak ada perbedaan di antara keduanya, hanya berganti nama saja. Buntutnya, banyak orang tua murid yang mengeluhkan tak diterimanya anak mereka di sistem domisili.
“Memang terjadi kerancuan, masyarakat banyak juga yang menganggap bahwa domisili itu berdasarkan jarak seperti zonasi. Tapi pada faktanya, walaupun jalur domisili menggunakan jarak, namun juga menggunakan nilai,” ujarnya.
Diketahui, dalam Juknis juga tak ada perincian wilayah radius terdekat sekolah seperti Juknis SPMB Kota dan Kabupaten Serang.
Hal ini, menyebabkan masyarakat buta dan hanya meraba-raba untuk jalur masuk domisili.
Ujungnya, orang tua murid memilih satu atau dua sekolah yang dianggap terdekat saja tanpa mempertimbangkan nilai raport dan petunjuk mengenai radius jarak.
“Masyarakat hanya tau kalau lewat domisili maka jalur terdekat dari sekolah, tahunya gitu. Walaupun domisili per kecamatan, tetap yang diutamakan nilai tertinggi bukan hanya jarak tempuh dari sekolah ke rumah siswanya,” ujarnya.
“Karena tidak ada pelibatan Komisi V. Saya tegur Kadindiknya, Pak Lukman. Kok gak ada konsultasi ke kita, ini kan pertanggungjawabannya di komisi, mau gimanapun masyarakat yang ngadu bukan hanya ke dia saja, tapi kan ke kita juga,” sambungnya.
Disamping soal keterlambatan Juknis, politisi Golkar ini juga menyoroti mengenai sistem perangkingan tertutup. Dindikbud Banten, kata dia, beralasan sistem perangkingan tertutup agar menjaga privasi nama-nama siswa.
“Untuk sistem tertutup, ini kan jadi pertanyaan juga, alasan sih sebenarnya, katanya untuk menjaga privasi nama-nama siswa tapi kan ini potensi back door. Cuma memang terkait permasalahan teknis yang tertutup itu, saya garis bawahi selalu akan jadi masalah di kemudian hari,” ungkapnya.
“Ini pas kami pelajari untuk SPMB SMA/SMK Negeri permasalahannya, kalau gini polanya, kenapa tertutup nih. Untuk juknis, Dindikbud juga mengakui mereka kejar tayang, saya enggak paham kepentingannya seperti apa,” tambahnya. (Towil/Amul)














