MEGATRUST.CO.ID – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau 2025 akan berlangsung lebih singkat atau pendek dari biasanya di sebagian besar wilayah Indonesia.
Seperti diketahui, musim kemarau 2025 mulai terjadi sejak April dan akan berlangsung secara bertahap di berbagai wilayah Indonesia.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyampaikan musim kemarau 2025 akan berlangsung lebih pendek.
Hal ini berdasarkan pemantauan dan analisis dinamika iklim global dan regional yang dilakukan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) hingga pertengahan April 2025.
“Awal musim kemarau di Indonesia diprediksi tidak terjadi secara serempak. Pada bulan April 2025, sebanyak 115 Zona Musim (ZOM) akan memasuki musim kemarau,” kata Dwikorita dikutip dari laman resmi BMKG.
Adapun musim kemarau ini telah masuk ke beberapa wilayah Indonesia secara bertahap.
“Jumlah ini akan meningkat pada Mei dan Juni, seiring meluasnya wilayah yang terdampak, termasuk sebagian besar wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua,” ujar Dwikorita.
Sedangkan, puncak musim kemarau di Indonesia terjadi bulan Juni, Juli, dan Agustus 2025.
Sifat musim kemarau 2025 akan terjadi secara normal di 60 persen wilayah, kemarau lebih basah dari normal di 26 persen wilayah, dan kemarau lebih kering dari biasanya di 14 persen wilayah.
“Durasi kemarau diprediksi lebih pendek dari biasanya di sebagian besar wilayah, meskipun terdapat 26% wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih panjang, terutama di sebagian Sumatera dan Kalimantan,” tambah Dwikorita.
Berdasarkan kondisi El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang ada di fase netral, iklim global tersebut tidak mengalami gangguan. Ini membuat suhu muka laut di Indonesia bisa cenderung lebih hangat sampai September mendatang.
Sama seperti pada musim hujan, Dwikorita juga mengingatkan warga untuk waspada terhadap potensi bencana selama musim kemarau. Wilayah yang sifat kemaraunya lebih kering harus siaga terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Selama masih turun hujan, Dwikorita mengimbau agar memanfaatkannya untuk membasahi lahan gambut dan mengisi penampungan air. Selain itu, dalam segi kesehatan dan lingkungan musim kemarau dapat memicu penyakit akibat potensi kualitas udara yang buruk.
Dwikorita mengimbau sektor sumber daya air untuk mengelola pasokan air dengan bijak seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA), sistem irigasi, dan pemenuhan kebutuhan air baku untuk cadangan selama musim kemarau.
(Nad/Amul)














