Konveksi
Politik

Sejarah Korpri di Indonesia, Ternyata untuk Selamatkan PNS dari Alat Politik

×

Sejarah Korpri di Indonesia, Ternyata untuk Selamatkan PNS dari Alat Politik

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi anggota Korpri. Istimewa

MEGATRUST.CO.ID, – Hari Korps Pegawai Republik Indonesia atau Korpri diperingati setiap tahunnya pada 29 November 2022

Hari Korpri merupakan harinya suatu organisasi yang menghimpun Pegawai Negeri Sipil, Pegawai BUMN, BUMD serta anak perusahaan, dan perangkat Pemerintah.

Tahun 2022, Korpri memasuki usia ke 51 tahun memiliki sejarah yang tidak terlepas dari dinamika politik saat itu.

Dirangkum Megatrust.co.id dari laman resmi Korps Pegawai Republik Indonesia Sekretariat Jenderal DPR RI, dahulu pada masa penjajahan kolonial Belanda, banyak pegawai pemerintah Hindia Belanda yang berasal dari kaum bumi putera.

Kedudukan pegawai merupakan pegawai kasar atau kelas bawah, karena pengadaannya didasarkan atas kebutuhan penjajah semata.

Pada saat beralihnya kekuasaan Belanda kepada Jepang, secara otomatis seluruh pegawai pemerintah eks Hindia Belanda dipekerjakan oleh pemerintah Jepang sebagai pegawai pemerintah.

Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Baca Juga :  Menangkan Kursi Gubernur Banten, Airin Sudah Mulai Bersambang ke Kota Cilegon

Pada saat berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, seluruh pegawai pemerintah Jepang secara otomatis dijadikan Pegawai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada tanggal 27 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan RI, Pegawai NKRI terbagi menjadi tiga kelompok besar. Pertama, Pegawai Republik Indonesia yang berada di wilayah kekuasaan RI.

Kedua, Pegawai RI yang berada di daerah yang diduduki Belanda (Non Kolaborator); dan Ketiga, Pegawai pemerintah yang bersedia bekerjasama dengan Belanda (Kolaborator).

Setelah pengakuan kedaulatan RI tanggal 27 Desember 1949, seluruh pegawai RI, pegawai RI non Kolaborator, dan pegawai pemerintah Belanda dijadikan Pegawai RI Serikat.

Era RIS, atau yang lebih dikenal dengan era pemerintahan parlementer diwarnai oleh jatuh bangunnya kabinet dan sistem ketatanegaraan menganut sistem multi partai.

Para politisi, tokoh partai mengganti dan memegang kendali pemerintahan, hingga memimpin berbagai departemen yang sekaligus menyeleksi pegawai negeri, sehingga warna departemen sangat ditentukan oleh partai yang berkuasa saat itu.

Baca Juga :  Menangkan Kursi Gubernur Banten, Airin Sudah Mulai Bersambang ke Kota Cilegon

Pendominasian partai dalam pemerintahan terbukti mengganggu pelayanan publik, PNS yang seharusnya berfungsi melayani masyarakat (publik) dan negara menjadi alat politik partai.

PNS pun menjadi terkotak-kotak dan prinsip penilaian prestasi atau karir pegawai negeri yang fair dan sehat hampir diabaikan.

Kenaikan pangkat PNS misalnya dimungkinkan karena adanya loyalitas kepada partai atau pimpinan Departemennya.

Afiliasi pegawai pemerintah sangat kental diwarnai dari partai asal dan kondisi ini terus berlangsung hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Dengan adanya Dekrit Presiden ini, sistem ketatanegaraan kembali ke sistem Presidensiil berdasar UUD 1945.

Akan tetapi dalam praktek kekuasaan, Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sangatlah besar.

Era ini lebih dikenal dengan masa Demokrasi Terpimpin, sistem politik dan sistem ketatanegaraan yang diwarnai oleh kebijakan Nasionalisme, Agama dan Komunisme (Nasakom).

Dalam kondisi seperti ini, muncul berbagai upaya agar pegawai negeri netral dari kekuasaan partai-partai yang berkuasa.

Melalui Undang-Undang Nomor: 18 Tahun 1961 ditetapkan bahwa Bagi suatu golongan pegawai dan/atau sesuatu jabatan, yang karena sifat dan tugasnya memerlukan, dapat diadakan larangan masuk suatu organisasi politik (pasal 10 ayat 3).

Baca Juga :  Menangkan Kursi Gubernur Banten, Airin Sudah Mulai Bersambang ke Kota Cilegon

Ketentuan tersebut diharapkan akan diperkuat dengan dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengaturnya, tetapi disayangkan bahwa, PP yang diharapkan akan muncul ternyata tidak kunjung datang.

Sistem pemerintahan demokrasi parlementer berakhir dengan meletusnya upaya kudeta oleh PKI dengan G-30S.

Pegawai pemerintah yang awalnya banyak terjebak dan mendukung Partai Komunis, pada awal era Orde Baru dilaksanakan penataan kembali pegawai negeri dengan munculnya Keppres RI Nomor : 82 Tahun 1971 tentang KORPRI.

Berdasarkan Kepres yang bertanggal 29 November 1971 pasal 2 ayat 2, KORPRI merupakan satu-satunya wadah untuk menghimpun dan membina seluruh pegawai RI di luar kedinasan.

Dari sejarahnya tersebut, agar Pegawai Negeri RI ikut memelihara dan memantapkan stabilitas politik dan sosial yang dinamis dalam negara RI. (Nad/Amul)