Megatrust.co.id, SERANG – Pengamat Politik dan Pakar Hukum Tata Negara, Yhannu Setyawan, menilai lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) pada tahapan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Kabupaten Serang.
Menurutnya, Bawaslu Kabupaten Serang terkesan tidak menganggap pelanggaran yang terjadi sebagai masalah serius, berbeda dengan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menilainya sebagai pelanggaran berat hingga memutuskan PSU.
“Ini lucu, oleh Bawaslu dianggap tidak ada persoalan tapi kemudian ketika sidang MK dianggap ada persoalan, itu menunjukan ketika kemarin di Pilkada serentak Bawaslu tidak optimal,” ujarnya kepada wartawan pada Sabtu 15 Maret 2025.
Yhannu menambahkan, apabila penyelenggara dalam hal ini Bawaslu menjalankan tugasnya dengan baik, dan melaksanakan tugas-tugas pengawasan dengan baik dan cermat, tidak akan terjadi PSU di Kabupaten Serang.
Ia menuturkan, pengawasan yang ketat sangat penting guna meminimalisir potensi kecurangan yang dapat berujung pada gugatan ke MK.
“Bawaslu harus benar-benar menjalankan fungsinya dengan maksimal dan dapat mengatisipasi kemungkinan terjadinya potensi pelanggaran, kemungkinan pasti tidak akan terjadi pemungutan suara ulang,” katanya.
Ia juga mempertanyakan, bagaimana MK yang bertempat di Jakarta bisa mendeteksi adanya pelanggaran di Kabupaten Serang. Sementara Bawaslu justru tidak mengetahuinya.
“Kok bisa mahkamah konstitusi pusat di Jakarta bisa mengetahui ada persoalan di Kabupaten Serang, tetapi Bawaslu Kabupaten Serang tidak mengetahui sanksi,” ucap Yhannu.
Karenanya, alumnus Fakultas Hukum Unila ini meminta agar Bawaslu Kabupaten Serang melakukan evaluasi secara menyeluruh agar pelaksanaan PSU kali ini bisa berjalan lancar serta tidak lahir sengketa baru.
Yhannu menjelaskan, evaluasi tersebut bisa dilakukan oleh Bawaslu Provinsi, Bawaslu RI bahkan bisa juga oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu apabila ada dugaan ketidakprofesionalan.
Terkahir Yhannu menambahkan, apabila kinerja Bawaslu masih sama seperti Pilkada 2024, maka akan berpotensi menurunkan kepercayaan publik kepada lembaga pengawas pemilu.
(Towil/Nad)