MEGATRUST.CO.ID, – Perlu tahu nih Obstruction Of Justice. Kalimat yang sering sekali diucapkan oleh beberapa elit politik, pakar hukum, tokoh, dan lainnya saat berbincang pengungkapan kasus Brigadir J yang tewas akibat dibunuh.
Istilah Obstruction Of Justice mungkin masih kurang familiar terdengar. Namun, perbuatan semacam ini memang ada dan dikategorikan sebagai tindak pidana yang harus dipertanggungjawabkan.
Baca Juga:Â Angelina Sondakh Beberkan Peran Kak Seto Saat Dirinya Terseret Kasus Hukum
Secara harfiah, Obstruction Of Justice berarti menghalangi atau merintangi proses penegakan hukum. Tindakan ini bisa dilakukan oleh berbagai pihak tidak terkecuali oleh penegak hukum itu sendiri.
Dilihat dari laman antikorupsi.org, oleh Megatrust.co.id, Obstruction of Justice adalah tindakan menghalangi proses hukum yang sedang dilakukan oleh penegak hukum baik polisi, jaksa, hakim, dan advokat atau penasihat hukum terhadap saksi, tersangka ataupun terdakwa.
Baca Juga:Â Konsep Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia
Pengaturan mengenai Obstruction Of Justice ini terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 221, yang mana berbunyi :
- Ayat 1
Diancam dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah;(1) Barangsiapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barangsiapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.
(2) Barangsiapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.
- Ayat 2
Aturan di atas tidak berlalu bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut dengan maksud untuk menghindarkan atau menghalaukan bahaya penuntutan terhadap seorang keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami/istrinya atau bekas suami/istrinya.(Towil/Amul)